رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapa banyak orang
yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa
lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy)
Apa di balik ini semua?
Mengapa amalan puasa orang tersebut tidak teranggap, padahal dia telah susah
payah menahan dahaga mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari?
Saudaraku, agar engkau
mendapatkan jawabannya, simaklah pembahasan berikut mengenai beberapa hal yang
membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia –semoga Allah memberi taufik
pada kita untuk menjauhi hal-hal ini-.
1.
Berkata Dusta
(az zuur)
Inilah perkataan yang
membuat puasa seorang muslim bisa sia-sia, hanya merasakan lapar dan dahaga
saja. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ
لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak
meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak
butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).
Apa yang dimaksud
dengan az zuur? As Suyuthi mengatakan bahwa az zuur adalah
berkata dusta dan menfitnah (buhtan). Sedangkan mengamalkannya berarti
melakukan perbuatan keji yang merupakan konsekuensinya yang telah Allah larang.
(Syarh Sunan Ibnu Majah, 1/121, Maktabah Syamilah)
2.
Berkata lagwu (sia-sia)
dan rofats (kata-kata porno)
Amalan yang kedua yang
membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia adalah
perkataan lagwu dan rofats. Dari Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ
الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي
صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
“Puasa bukanlah hanya
menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri
dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau
berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.”
(HR. Ibnu Majah dan Hakim)
Apa yang dimaksud
dengan lagwu? Dalam Fathul Bari (3/346), Al Akhfasy
mengatakan,
اللَّغْو الْكَلَام الَّذِي لَا أَصْل لَهُ مِنْ الْبَاطِل
وَشَبَهه
“Lagwu adalah
perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah.”
Lalu apa yang
dimaksudkan dengan rofats? Dalam Fathul Bari
(5/157), Ibnu Hajar mengatakan,
وَيُطْلَق عَلَى التَّعْرِيض بِهِ وَعَلَى الْفُحْش فِي
الْقَوْل
“Istilah Rofats digunakan
dalam pengertian ‘kiasan untuk hubungan badan’ dan semua perkataan keji.”
Al Azhari mengatakan,
الرَّفَث اِسْم جَامِع لِكُلِّ مَا يُرِيدهُ الرَّجُل مِنْ
الْمَرْأَة
“Istilah rofats adalah
istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita.” Atau dengan
kata lain rofats adalah kata-kata porno.
Itulah di antara
perkara yang bisa membuat amalan seseorang menjadi sia-sia. Betapa banyak orang
yang masih melakukan seperti ini, begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata kotor,
dusta, sia-sia dan menggunjing orang lain.
3.
Melakukan
Berbagai Macam Maksiat
Ingatlah bahwa puasa
bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja, namun hendaknya seorang yang
berpuasa juga menjauhi perbuatan yang haram. Perhatikanlah saudaraku petuah
yang sangat bagus dari Ibnu Rojab Al Hambali berikut :
“Ketahuilah, amalan
taqorub (mendekatkan diri) pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan
berbagai syahwat (yang sebenarnya mubah ketika di luar puasa seperti makan atau
berhubungan badan dengan istri, pen) tidak akan sempurna hingga
seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia
larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam
masalah darah, harta dan kehormatan.” (Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy
Syamilah)
Jabir bin ‘Abdillah
menyampaikan petuah yang sangat bagus :
“Seandainya kamu
berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa
dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap
tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu
dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Lihat Latho’if Al Ma’arif, 1/168,
Asy Syamilah)
Itulah sejelek-jelek
puasa yaitu hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan maksiat masih terus
dilakukan. Hendaknya seseorang menahan anggota badan lainnya dari berbuat
maksiat. Ibnu Rojab mengatakan,
أَهْوَنُ الصِّيَامُ تَرْكُ الشَّرَابِ وَ الطَّعَامِ
“Tingkatan puasa yang
paling rendah hanya meninggalkan minum dan makan saja.”
Apakah dengan Berkata
Dusta dan Melakukan Maksiat, Puasa Seseorang Menjadi Batal?
Untuk menjelaskan hal
ini, perhatikanlah perkataan Ibnu Rojab berikut :
“Mendekatkan diri pada
Allah Ta’ala dengan meninggalkan perkara yang mubah tidaklah
akan sempurna sampai seseorang menyempurnakannya dengan meninggalkan
perbuatan haram. Barangsiapa yang melakukan yang haram (seperti berdusta) lalu
dia mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan yang mubah (seperti makan
di bulan Ramadhan), maka ini sama halnya dengan seseorang meninggalkan yang
wajib lalu dia mengerjakan yang sunnah. Walaupun puasa orang semacam ini tetap
dianggap sah menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama) yaitu orang yang
melakukan semacam ini tidak diperintahkan untuk mengulangi (mengqodho’)
puasanya. Alasannya karena amalan itu batal jika seseorang melakukan perbuatan
yang dilarang karena sebab khusus dan tidaklah batal jika melakukan perbuatan
yang dilarang yang bukan karena sebab khusus. Inilah pendapat mayoritas ulama.”
Ibnu Hajar
dalam Al Fath (6/129) juga mengatakan mengenai hadits
perkataan zuur (dusta) dan mengamalkannya :
“Mayoritas ulama
membawa makna larangan ini pada makna pengharaman, sedangkan batalnya hanya
dikhususkan dengan makan, minum dan jima’ (berhubungan suami istri).”
Mala ‘Ali Al Qori
dalam Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih (6/308) berkata, “Orang
yang berpuasa seperti ini sama keadaannya dengan orang yang haji yaitu pahala
pokoknya (ashlu) tidak batal, tetapi kesempurnaan pahala yang tidak dia
peroleh. Orang semacam ini akan mendapatkan ganjaran puasa sekaligus dosa
karena maksiat yang dia lakukan.”
Kesimpulannya : Seseorang
yang masih gemar melakukan maksiat di bulan Ramadhan seperti berkata dusta,
menfitnah, dan bentuk maksiat lainnya yang bukan pembatal puasa, maka puasanya
tetap sah, namun dia tidak mendapatkan ganjaran yang sempurna di sisi Allah.
–Semoga kita dijauhkan dari melakukan hal-hal semacam ini-
Ingatlah Suadaraku Ada
Pahala yang Tak Terhingga Di Balik Puasa Kalian
Saudaraku, janganlah
kita sia-siakan puasa kita dengan hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja.
Marilah kita menjauhi berbagai hal yang dapat mengurangi kesempurnaan pahala
puasa kita. Sungguh sangat merugi orang yang melewatkan ganjaran yang begitu
melimpah dari puasa yang dia lakukan. Seberapa besarkah pahala yang melimpah
tersebut? Mari kita renungkan bersama hadits berikut ini.
Dalam riwayat Muslim,
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
كُلُّ
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى
سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى
وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى
“Setiap amalan kebaikan
anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang
semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali puasa, amalan
tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah
meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” (HR. Muslim no. 1151)
Lihatlah saudaraku,
untuk amalan lain selain puasa akan diganjar dengan 10 hingga 700 kali dari
kebaikan yang semisal. Namun, lihatlah pada amalan puasa, khusus untuk amalan
ini Allah sendiri yang akan membalasnya. Lalu seberapa besar balasan untuk
amalan puasa? Agar lebih memahami maksud hadits di atas, perhatikanlah
penjelasan Ibnu Rojab berikut ini.
“Hadits di atas adalah
mengenai pengecualian puasa dari amalan yang dilipatgandakan menjadi 10
kebaikan hingga 700 kebaikan yang semisal. Khusus untuk puasa, tak terbatas
lipatan ganjarannya dalam bilangan-bilangan tadi. Bahkan Allah ‘Azza wa
Jalla akan melipatgandakan pahala orang yang berpuasa hingga bilangan yang
tak terhingga. Alasannya karena puasa itu mirip dengan sabar.
Bulan Ramadhan juga
dinamakan dengan bulan sabar. Juga dalam hadits lain, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa adalah setengah dari kesabaran.” (HR.
Tirmidzi*).
Sabar ada tiga macam
yaitu sabar dalam menjalani ketaatan, sabar dalam menjauhi larangan dan sabar
dalam menghadapi taqdir Allah yang terasa menyakitkan. Dan dalam puasa terdapat
tiga jenis kesabaran ini. Di dalamnya terdapat sabar dalam melakukan ketaatan,
juga terdapat sabar dalam menjauhi larangan Allah yaitu menjauhi berbagai macam
syahwat. Dalam puasa juga terdapat bentuk sabar terhadap rasa lapar, dahaga,
jiwa dan badan yang terasa lemas. Inilah rasa sakit yang diderita oleh orang
yang melakukan amalan taat, maka dia pantas mendapatkan ganjaran sebagaimana
firman Allah,
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ
وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ
الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ
عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
“Yang demikian itu
ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan
Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah
orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan
dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh.
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. At Taubah [9] : 120).”
Saudaraku, sekali lagi
janganlah engkau sia-siakan puasamu. Janganlah sampai engkau hanya mendapat
lapar dan dahaga saja, lalu engkau lepaskan pahala yang begitu melimpah dan tak
terhingga di sisi Allah dari amalan puasamu tersebut.
Comments
Post a Comment